AI Menyedot Air Bersih Secara Masif: Krisis Tersembunyi di Balik Kemajuan Teknologi
Teknologi Artificial Intelligence (AI) sering dibicarakan
sebagai pahlawan di masa depan dari chatbot hingga mobil otonom. Namun di balik
gemerlapnya ada sisi gelap yang jarang disorot: konsumsi air bersih yang
sangat besar oleh infrastruktur AI.
Riset global terbaru menunjukkan bahwa pusat data dan model
AI makin menekan sumber daya air yang terbatas dan dapat menimbulkan konflik
sosial, kerusakan lingkungan, hingga tantangan keberlanjutan serius.
Berikut rangkaian fakta, angka, dan kontroversi yang
mengguncang:

Skala Konsumsi Air AI yang Mengejutkan
Laporan dari Environmental and Energy Study Institute
(EESI) menyebut bahwa sebuah pusat data besar dapat mengonsumsi hingga 5
juta galon air bersih per hari atau sekitar 18 juta liter setara kebutuhan
kota kecil 10.000-50.000 orang.
Laporan pemerintah Inggris “Water use in Data Centre
and AI” menegaskan bahwa penarikan air untuk cooling, pembangkit listrik, dan
produksi semikonduktor menyumbang jejak air AI yang besar dan masih belum
dipantau dengan baik.
Studi global di jurnal menunjukkan bahwa tanpa mitigasi,
konsumsi air oleh pusat data AI bisa tumbuh lebih dari tujuh kali lipat
hingga pertengahan abad ini.
Artikel Bloomberg melaporkan bahwa sekitar 60 %
penggunaan air pusat data berasal dari penggunaan listrik tak langsung, bukan
hanya cooling langsung.
Di Amerika Serikat, konsumsi langsung oleh pusat data
diperkirakan naik dari ~21,2 miliar liter pada 2014 menjadi ~66 miliar liter
pada 2023.
Sebuah riset versi generatif AI mengestimasi bahwa
pelatihan model besar saja mengonsumsi ~2,769 000 liter air setara dengan ~24,5
tahun konsumsi air satu orang AS.
Siapa yang Angkat Suara dan Protes?
Shaolei Ren (University of California, Riverside)
menyatakan bahwa klaim efisiensi rendah yang dibuat oleh perusahaan besar
seperti Google LLC “menyembunyikan informasi penting” tentang penggunaan air
tidak langsung oleh pusat data AI.
Di panggung COP30 di Brasil, aktivis lingkungan
memperingatkan bahwa ekspansi AI meskipun berpotensi membantu perubahan iklim
justru membawa beban besar yaitu air dan listrik.
Sebuah kasus nyata: di Inggris selatan (Oxfordshire)
terdapat zona “pertumbuhan AI” yang dikritik karena dekat dengan reservoir dan
fasilitas air publik bisa mengancam pasokan air masyarakat setempat.

Mengapa Ini Jadi Isu Global dan Kontroversial?
1. Krisis
Air & Lokasi Strategis
Banyak pusat data AI dibangun di daerah yang sudah
mengalami tekanan air atau “water-stressed”. Sebagai contoh, wilayah barat
AS (Texas, Arizona) mengalami kekeringan, namun tetap menjadi lokasi favorit
pusat data karena izin dan insentif.
Hal ini memicu kontroversi karena kebutuhan air industri kompetitif dengan
kebutuhan rumah tangga dan pertanian.
2.
Transparansi Rendah
Kurang dari sepertiga operator pusat data melacak atau
melaporkan penggunaan air mereka secara publik. Selain itu, beberapa perusahaan
besar (misalnya Google) dipanggil mengkritik karena laporan mereka hanya
menyertakan konsumsi langsung dan mengabaikan konsumsi tak langsung yang besar.
3. Dampak
Lingkungan & Sosial
a. Air yang diambil dari
sumber lokal menghampiri ekosistem: menurunkan aliran sungai, mengeringkan
sumur, memicu konflik penggunaan air.
b. Akses air bersih bisa
terganggu jika fasilitas teknologinya menguasai volume besar.
c. Karena ekspansi AI
global pesat, muncul istilah “tech water colonialism” pembangunan fasilitas
teknologi di negara/lepas pantai dengan air murah, namun risiko lokal besar.
4.
Efisiensi Menipu?
Walaupun industri mengklaim efisiensi lebih baik,
paradoxn-nya efek rebound bisa menaikkan konsumsi total: karena lebih banyak
layanan AI ditawarkan, maka total air yang digunakan tetap meningkat.

Angka & Proyeksi yang Menakutkan
a. Proyeksi menunjukkan
bahwa oleh 2027, konsumsi air AI global bisa mencapai 4,2 - 6,6
miliar m³ (4,2-6,6 triliun liter) jika tidak ada perubahan.
b. Laporan media menyebut
bahwa oleh 2028, konsumsi tahunan bisa tembus 1.068 miliar liter
(1,068 triliun liter) peningkatan ~11× dari sekarang.
c. Sebuah artikel
menyebut bahwa satu ratus juta galon air per tahun bisa diambil oleh satu pusat
data Google di Chile yang berada di wilayah mengalami kekeringan.
Apa Solusinya?
Teknologi pendinginan alternatif: Seperti sistem
closed-loop (sirkulasi ulang air), pendinginan cair langsung (liquid immersion)
atau menggunakan udara/air laut untuk menggantikan air tawar.
Lokasi bijak: Membangun pusat data di lokasi dengan
pasokan air melimpah atau dengan infrastruktur yang tidak mengandalkan air
tawar lokal.
Laporan & regulasi: Industri harus melaporkan
indikator seperti Water Usage Effectiveness (WUE) dan termasuk penggunaan tak
langsung (scope 2/3).
Offset & replikasi: Komitmen “water-positive”
dengan mengembalikan lebih banyak air daripada diambil, atau memakai air
limbah/daur ulang.
Kesadaran publik: Konsumen dan investor bisa menuntut
transparansi dan keberlanjutan dari pemain AI.
Kesimpulan
Kemajuan teknologi AI memang membawa banyak manfaat namun
konsumsi air bersihnya sangat besar dan bisa menjadi beban lingkungan yang
serius jika dibiarkan. Dari AS hingga Inggris, dari Afrika hingga Asia,
fasilitas AI dan pusat data sudah mulai “menguras” sumber air lokal. Tanpa
tindakan cepat, kita bisa menghadapi dilema: memilih antara pertumbuhan
teknologi atau keberlanjutan air bersih.
| Baca Juga : 10 Software
Kustom yang Wajib Dimiliki Perusahaan Indonesia untuk Menyambut Era
Digitalisasi 2026|
| Baca Juga : Supervised
Learning : Pilar Utama AI yang Membentuk Masa Depan Teknologi|
Jangan sampe ketinggalan berita
terbaru seputar teknologi, hanya di terusterangteknologi.com lah
anda mendapatkan berita terbaru seputar perkembangan teknologi terkini dari
seluruh dunia.

